Pada tahun 1930-an, komik pertama kali muncul di Indonesia. Pada saat itu, cerita rakyat dan perjuangan kemerdekaan mendominasi komik dalam negeri. Seiring berjalannya waktu, komik Indonesia menghadapi persaingan dengan komik asing dari Amerika Serikat dan Jepang pada tahun 1980-an. Hingga memasuki milenium baru, komik-komik tersebut terus meraih popularitas, terutama komik-komik Jepang. Mereka hadir dalam berbagai segmen seperti romansa, petualangan, humor total, dan bahkan olahraga. Salah satu komik olahraga terbaik, paling realistis, dan berkesan bagi saya adalah Slam Dunk. Slam Dunk adalah komik karya komikus Jepang terkenal, Takehiko Inoue. Dia menulis Slam Dunk berdasarkan kecintaannya yang besar pada bola basket, yang dimulai ketika dia masih di sekolah menengah. Slam Dunk bukanlah satu-satunya komik bertema bola basket karya Inoue. Dalam prosesnya, Inoue menciptakan dua judul bertema bola basket lainnya, Buzzer Beater dan Real. Tapi sayangnya keduanya gagal mencapai kesuksesan seperti Slam Dunk.
Menurut data yang dilaporkan oleh The Japan Times, salinan fisik Slam Dunk telah terjual sebanyak 157 juta kopi di seluruh dunia pada awal tahun 2017, menjadikannya salah satu komik olahraga terlaris di dunia. Salah satu alasan mengapa Slam Dunk begitu populer di seluruh dunia adalah jalan ceritanya. Komik ini tidak menampilkan aksi-aksi heroik dari tokoh utamanya. Tidak ada juga drama yang berlebihan dalam ceritanya. Slam Dunk membawa kita pada proses belajar dan bermain basket yang sesungguhnya. Setelah membaca komik ini banyak beberapa diantara pembaca jadi belajar bermain basket.
Karakter utama dari cerita ini adalah Hanamichi Sakuragi, seorang anak nakal di SMA Shohoku yang jatuh cinta pada seorang gadis penggemar basket. Gadis tersebut adalah Haruko Akagi, adik dari kapten tim basket Shohoku, Takenori Akagi. Singkat cerita, Haruko mengajak Sakuragi yang memiliki tinggi badan 189 cm untuk bergabung dengan tim basket. Sakuragi pun menyetujui permintaan Haruko meskipun ia belum pernah bermain basket sebelumnya. Sejak itu, Sakuragi memulai perjalanan bermain basket. Meski dengan terpaksa, Sakuragi mulai menikmati basket seiring berjalannya waktu. Ia pun merasa tertantang untuk mengalahkan idola basketnya di Shohoku yang seumuran dengannya, Kaede Rukawa.
Pada sepuluh seri pertama, kita disuguhkan dengan kisah Sakuragi yang sedang melakukan latihan dasar bola basket. Secara tidak langsung Inoue menyisipkan pesan tentang betapa pentingnya teknik dasar dalam bermain basket. Dribbling adalah latihan pertama yang dilakukan Sakuragi, yang kemudian dilanjutkan dengan latihan layup dan passing. Semua tata cara melakukan latihan-latihan tersebut dijelaskan dengan gamblang oleh Inoue.
Singkat cerita, Sakuragi berhasil menembus skuat utama Shohoku, yang di dalamnya terdapat Ryota Miyagi sebagai point guard, Hisashi Mitsuii sebagai shooting guard, Kaede Rukawa sebagai small forward, dan Takenori Akagi sebagai kapten sekaligus center Shohoku.
Shohoku sendiri digambarkan sebagai tim non-favorit yang tidak memiliki tradisi kuat dalam olahraga basket dan mencoba menembus kejuaraan nasional Jepang dengan skuad mereka saat itu. Bersama pelatih kepala Mitsuyoshi Anzai atau Anzai-Sensei, Shohoku dan Sakuragi meningkatkan kemampuan mereka. Walaupun kalah melawan SMA Kainan, Shohoku bisa menang melawan SMA Ryonan untuk menjadi perwakilan tim basket dari provinsi Kanagawa. Mereka kemudian maju ke tingkat nasional untuk pertama kalinya dalam sejarah sekolah.
Turnamen nasional diadakan dengan sistem gugur. Shohoku pertama kali melawan SMA Toyotama dari Osaka. Shohoku yang tampil gugup di awal pertandingan, berhasil bangkit dan memenangkan pertandingan untuk melaju ke babak selanjutnya. Di babak selanjutnya, Shohoku harus berhadapan dengan juara nasional tahun sebelumnya, yaitu SMA Sannoh Kougyou dari Akita. Pertandingan berlangsung seru dengan berbagai aksi, termasuk kemampuan Sakuragi dalam melakukan tembakan jarak menengah. Shohoku memenangkan pertandingan ini dengan susah payah melalui tembakan yang dilakukan Sakuragi saat bel berbunyi. Tembakan ini dibantu oleh rival bebuyutan sekaligus rekan setimnya, Rukawa.
Secara mengejutkan, itu adalah aksi terakhir bagi Shohoku dan Sakuragi di dalam komik. Pertandingan berikutnya tidak digambarkan oleh Inoue, hanya dituliskan bahwa Shohoku kalah dan tersingkir dari turnamen. Kemudian, para pemain dari Shohoku melanjutkan hidup mereka dengan pilihan masing-masing.
Komik ini tidak menampilkan euforia seorang juara dari karakter utama. Komik ini menyajikan bagaimana kita menghargai sebuah proses untuk memperbaiki diri. Kita juga akan terbawa emosi di beberapa segmen melihat bagaimana perjuangan Sakuragi dan kawan-kawan melatih diri untuk menjadi lebih baik.